Thursday 16 April 2015

BIOGRAFI ABU AL-A’LA AL-MA’ARI




Abu al-A’la al-Ma’ari adalah seorang penyair arab terkemuka. Ia lahir di sebuah kota kecil bagian utara Suriah yang berjarak 70 km darisebelah selatan Aleppo atau sebelah utara Hims, tepatnya pada hari jum’at tanggal 28 Rabiul awal 363 H (26 Desember 973 M). Pada usia empat tahun, ia terserang penyakit cacar sehingga menyebabkan dia kehilangan pengelihatan. Meskipun cacat (tuna netra), ia terus melanjutkan studinya dan menjadi penyair sekaligus menjadi filosof ternama yang mempunyai pengaruh besar pada masanya dan itu berlanjut sampai masa modern terutama seorang tokoh sastra yang bernama Toha Husain yang menjadi spesialist dalam mentelaah karya dari Ma’ari . Selama lima belas tahun, ia mengajar Sastra dan Filologi Arab. Selama periode ini, popularitasnya sebagai penyair dan ilmuan tersebar luas keseluruh jazirah arab yang membentang dari irak sampai magribi. Kemudian, ia pindah ke Bagdad pada usianya yang sudah berkepala tiga tidaklaian karena mengunjungi perpustakaan darul Ilmi atau darul Kutub karena kecintaanya menelaah buku-buku. Perpindahannya ke Bagdad menjadi momen terpenting dalam sejarah hidupnya yang selanjutnya Setelah setahun tujuh bulan tinggal di Bagdad telah menjadi sebuah koridor pemisah antara dua priode kehidupannya, ia kembali ke kampung halamannya dan mulai menjalani kehiduban sebagai seorang asketik atau orang zuhud.
Yang paling menarik dari Ma’ri ini ialah kendati kecintaanya kepada ilmu pengetahuiaan sangat tinggi itu terbukti ia meninggalkan Suriah dan pindah kebagdad yang lebih urgen lagi ialah alas an ia meninggalkan bagdad karena mendengar bahwa ibunya juatuh sakit kendati ia sudah menjadi seorang tokoh ternama di bagdad ia tidak lupa kepada kampong halamannya dan siapa yang membesarkannya. Pada pekan akhir bulan ramadhan 400H/1010M, Ma’ari mualai melakukan perjalanan pulang dengan melewati Mosul dan Mayyafariqin. Akan tetapi setibanya beliau di rumah ia mendapati ibunya sudah tiada. Sungguh ia merasa terpukul untuk kedua kalinya, yang kemudian perasaan sedihnya itu diekspresikan dalam sebuah syair eliginya. Ia mengatakan lebih senang meninggal lebuh dahulu dari ibunya karena merasa baktinya kepada ibunya belum tuntas. Tapi faktanya sekarang penghiburan yang tersisa ia malah ingin dan berharap agar ia bias dikubur dekat dengan ibunya. Setelah kejadian ini belia memutuskan utuk mengucilkan diri dari masyarakat dari masyarakat luas dan melakukan tiga hal yakni; mengucilkan diri layaknya seekor binatang, hijrah dari dunia seperti seekor anak burung pergi darinduknya tanpa menikah dan punya anak, dan mentap dikampung halamannya meskipun saat itu semua penduduknya lari ketakutan karena serangan dari bangsa Romawi timur (Bezantium).
Dalam urusan agama, ia sangat ortodok dalam artian sangat memegang teguh prinsif hukum islam mengingat jalan yang ditempuh beliau adalah jalan sufistik dan menjauhkan diri dari kegemerlapan duniawi. Dalam masalah-masalah metafisika, seperti kebangkitan orang yang mati, atau alam dan keabadian jiwa, ia berpandangan bahwa pemahaman manusia tidak bisa menerapnya secara hakiki. Dalam salah satu puisinya, ia mengatakan bahwa kaum Muslim, Kristen, Yahudi, dan Majusi semuanya mengikuti jalan yang salah dalam presfektif tertentu. Menurutnya, ras manusia bisa dibagi menjadi dua kelas, yaitu orang yang cerdas tetapi ragu-ragu dan orang bodoh yang beriman. Meskipun pandangan terhadap islam diluar kebiasaan, ia memiliki popularitas yang pantas dipertimbangkan. Ia meninggal pada meninggal pada hari jum’an 2 Rabiul awal 449 H (9 Mei 1057 M).
Dalam Bal-i-jibril, Allamah M Iqbal mendramatisasi sebuah episode yang menarik tentang Abu al-A’la al-Ma’ari. Yaitu, bahwa al-Ma’ari ada seorang vegetarian dan tidak makan daging. Sekali waktu, seorang teman al-Ma’ari mengirimnya ayam panggang. Hidangan dengan bumbu yang sedap sangat menggiurkan. Namun, al-Ma’ari tidak memakannya. Sebaliknya, ia justru berfilsafat dan menunjuk ke ayam hutan yang mati dipanggang itu, begini:
“Hai burung malang, ceritakan kepadaku apa kesalahanmu sehingga engkau dihukum seperti itu. Sayang skali, engkau bukanlah seekor burung elang, dan kau tidak bisa memahami rahasia alam. Keputusan sang Penentu takdir adalah bahwa kelemahan adalah kejahatan yang dapat dihukum dengan kematian”

Saturday 11 April 2015

BIOGRAFI SYAMSUDDIN AL-MAQDISI


 Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Maqdisi (bahas Arab: محمد بن أحمد بن أبي بكر المَقْدِسِيّ), atau juga dikenal dengan nama Syamsuddin Al-Maqdisi, adalah seorang ulama dan ahli geografi dari  Yerusalem pada Abad Pertengahan. Ia adalah Mufti  pertama dari Mazhab Hambali di Suriah, setelah adanya reformasi sistem pengadilan oleh Sultan Baibars. Ia adalah guru dari ulama terkenal Ibnu Taimiyah. Syamsuddin juga dikenal sebagai seorang ahli geografi Arab terkemuka. Karyanya yang terkenal adalah Ahsanat Taqasim fi Ma`rifatil Aqalim ("Pembagian Terbaik Pengetahuan Mengenai Daerah-Daerah"). Nama julukan (nisbat) Al-Maqdisi, oleh peneliti Barat juga sering ditulis sebagai Al-Muqaddasi.

SYAMSUDDIN AL-MAQDISI
Hierosolomite”. Begitulah peradaban Barat kerap menyebut Al- Muqaddasi geografer Muslim terkemuka pada abad ke-10 M ini. Ilmuwan asal Al-Quds (Yerusalem) ini merupakan salah seorang penulis tentang masyarakat Islam terhebat di dunia. Sejarah mengabadikannya sebagai geografer andal yang telah melahirkan sebuah karya geografi monumental.

Buah karya sang geografer yang paling populer adalah kitab Ahsan at-Taqasim fi Ma’arifat Al-Aqalim. Dalam kitab itu, Al- Muqaddasi mengupas secara lugas dan jelas seluk-beluk pengetahuan tentang pembagian wilayah. Kitab yang ditulisnya pada 985 M itu sungguh sangat mengagumkan. “Tak ada satu pun kajian geografi modern yang terlewatkan oleh Al-Muqaddasi,” cetus ilmuwan Barat, JH Kramers.

Tak salah pula jika sejarawan asal Prancis mendaulat Al-Muqaddasi sebagai ‘pencipta ilmu geografi yang total’. Sejarah juga mencatat Al-Muqaddasi sebagai geografer perintis yang mampu melukiskan secara detail tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Ia tak cuma menggambarkan kondisi geografis sebuah wilayah, namun mencapai berbagai aspek dalam kehidupan manusia.

Dalam karyanya yang amat monumental —Ahsan at-Taqasim fi Ma’rifat al- Aqalim—Al-Muqaddasi pun memberikan gambaran tentang jumlah penduduk, adat istiadat, aktivitas perdagangan, mata uang, kelompok sosial, monumen-monumen arkeologi, alat ukur atau timbangan, hingga pada kondisi politik sebuah masyarakat. Itulah yang membuat peradaban Barat berdecak kagum atas kecerdasan seorang Al-Muqaddasi.

Buah pikir yang ditulisnya pada akhir abad ke-10 M itu masih tetap menjadi perbincangan menarik di kalang geografer Barat abad ke-19 M. Adikaryanya dibawa ke Eropa oleh orientalis berkebangsaan Jerman, Aloys Sprenger. Ahsan al-Taqasim fi Ma’rifat al-Aqalim dinilai sejarawan dan geografer Barat sebagai sebuah karya yang sungguh sangat menakjubkan.

Tak tanggung-tanggung, kehebatan karya Al-Muqaddasi telah diklaim sebagai yang terhebat sepanjang zaman—tak ada yang mampu menandinginya. Ia telah memberi begitu banyak insiprasi bagi para geografer modern. Metode-metode yang dikembangkannya hingga kini masih tetap digunakan. Salah satunya mengenai pemakaian peta yang terbukti sangat berguna dalam kehidupan modern.

Pendekatan ilmiah yang digunakan Al- Muqaddasi dalam menulis karya geografi sangat berbeda dengan ilmuwan sebelumnya. Bagi dia, geografi tak hanya terkungkung dalam batasan letak geografis. Secara memukau, ia mampu menyuguhkan penjelasan mengenai dasar-dasar dan fungsi masyarakat Islam dari sebuah wilayah yang pernah dikunjunginya.

Kemampuan sebuah komunitas untuk mengatasi berbagai hambatan alam juga menjadi hal yang menarik perhatiannya. Secara tak terduga, penjelasan tentang masalah ini telah memberi inspirasi bagi masyarakat lain yang membacanya. Dengan membaca tulisannya yang detail dan terperinci, masyarakat lain akan terlecut semangatnya untuk melahirkan sebuah penemuan.

Dalam bukunya yang monumental, Al- Muqaddasi misalnya menggambarkan secara detail tentang pengelolaan air dan teknologi hidrolik. Teknologi itu sudah digunakan masyarakat Mesir di abad ke-10 M untuk mengelola air dan menjamin berjalannya sistem pertanian. Selain itu, masalah fiskal, keuangan, mata uang, serta fluktuasi yang terjadi di dalamnya juga menjadi perhatian Al-Muqaddasi.

Ia menceritakan, semua provinsi di wilayah Irak hingga perbatasan Damaskus sudah menggunakan mata uang dinar dan dirham. Masyarakat Muslim di wilayah itu juga mengenal istilah rub yang bernilai seperempat dinar dan qirat bernilai setengah dirham. Terdapat pula khurnaba yang bernilai seperempat, seperdelapan, dan seperenam belas bagian. Pergantian dari satu mata uang ke mata uang lainnya juga menjadi perhatian lainnya,

Pendapatan masyarakat di sebuah wilayah juga menarik perhatiannya. Suatu waktu, Al-Muqaddasi mengunjungi Provinsi Yaman. Ia mencatat wilayah Hadramaut memiliki pendapatan sebesar seratus ribu dinar. Al-Yaman serta Al-Bayrayn masing-masing memiliki pendapatan enam ratus ribu dinar dan lima ratus ribu dinar.

Lalu, bagaimana jejak hidup sang geografer? Ada yang menyebut nama lengkap sang ilmuwan adalah Muhammad ibnu Ah - mad Shams al-Din Al-Muqaddasi. Namun, ada pula yang menulis nama lengkapnya Abu Abdullah Mohammed bin Ahmad bin al-Bana Al-Bashari Al-Maqdisi. Nama populernya— Al-Muqad dasi—diambil dari kota kelahirannya, yakni Al-Quds.

Ia terlahir di kota suci ketiga bagi umat Islam itu pada 945 M. Kakeknya bernama Al-Bana, seorang arsitek terkemuka yang bekerja pada Ibnu Tulun. Menurut Al- Muqaddasi, sang ayah dipercaya sebagai arsitek pelabuhan laut Acre. Sang geografer andal ini mendapat berkah untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas setelah menunaikan ibadah haji di Tanah Suci pada usia 20 tahun.

Sepulang dari Makkah, ia memilih jalan hidupnya untuk mengembangkan studi geografi. Demi mewujudkan impiannya itu, Al-Muqaddasi pun melanglang buana ke berbagai negara dan tempat. Ekspedisi yang dilakukannya itu telah mengantarkannya untuk menyinggahi seluruh negara-negara Islam. Pada 985 M, hasil perjalanannya ke berbagai negara Islam itu dituliskannya secara sistematis.

“Penggambarannya tentang Palestina, khususnya Yerusalem, tanah kelahirannya, merupakan salah satu yang terbaik dalam karyanya,” puji Guy Le Strange (1890 M) mengomentari buah karya Al-Muqaddasi dalam bukunya berjudul, Palestine Under The Muslim. Konon, sang ilmuwan tak cuma menggunakan potensi dirinya saat menulis adikarya. Ia senantiasa memohon pertolongan dan bantuan dari Sang Khalik.

Ada satu hal yang patut ditiru dari sang ilmuwan dalam menjaga ketajaman ingatannya. Al-Muqaddasi tak pernah lalai untuk selalu berinteraksi dengan Allah SWT. Meski begitu, ilmuwan Muslim ini pun tak pernah lepas dari dugaan sebagai seorang agen pemerintahan Dinasti Fatimiyah Mesir. Terlepas dari dugaan itu, Al-Muqaddasi tetaplah seorang geografer Muslim yang mendapat pengakuan dari peradaban Islam dan Barat.



Tuesday 7 April 2015

Biografi Singkat Khalifah Abdul Malik bin Marwan


Abdul Malik bin Marwan menjabat khalifah kelima Dinasti Umayyah pada usia 39 tahun. Ia menjadi khalifah atas wasiat ayahnya, Marwan bin Hakam. Selama 21 tahun memerintah ia dianggap khalifah perkasa, negarawan berwibawa yang mampu memulihkan kesatuan kaum Muslimin.
Setelah selesai pengangkatan baiat di Masjid Damaskus pada 65 Hijriyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan naik mimbar dan menyampaikan pidato singkat namun tegas yang dicatat sejraah. Di antara isi pidato itu adalah, “Aku bukan khalifah yang suka menyerah dan lemah, bukan juga seorang khalifah yang suka berunding, bukan juga seorang khalifah yang berakhlak rendah. Siapa yang nanti berkata begini dengan kepalanya, akan kujawab begini dengan pedangku.”
Setelah ia turun dari mimbar, sejak saat itu wibawanya dirasakan oleh segenap hadirin. Mereka mendengarkan ucapannya dengan rasa hormat dan kepatuhan.
Sementara itu, posisi Khalifah Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di wilayah Hijaz yang meliputi Makkah dan Madinah, semakin kuat. Ia berhasil mengamankan wilayah Irak dan Iran yang sempat dicemari aliran Syiah yang menyesatkan. Ia menempatkan saudaranya, Mush’ab bin Zubair untuk menjadi gubernur di wilayah itu. Di mata masyarakat, posisi Abdullah bin Zubair semakin kuat. Para jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru, “terpaksa” berbaiat kepadanya saat mereka datang ke Makkah.
Khalifah Abdul Malik tak bisa membiarkan hal itu. Ia pun mempersiapkan segalanya untuk menundukkan kekuasaan Abdullah bin Zubair.
Mengawali rencananya, Abdul Malik tak langsung menyerang pusat kekuasaan Abdullah bin Zubair di Makkah dan Madinah. Pasukan besarnya bergerak menaklukkan wilayah Irak, Iran, Khurasan dan Bukhara, yang merupakan sumber dana Abdullah bin Zubair.
Mush'ab bin Zubair wafat dan jabatan gubernurnya diambil oleh Bashir bin Marwan, saudara Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Usia gubernur ini memang masih muda. Ia didampingi oleh penasihat terpandang yang dikenal sejarah; Musa bin Nushair.
Setelah berhasil merebut wilayah Irak dan sekitarnya, Khalifah Abdul Malik mengerahkan 3.000 tentara di bawah pimpinan Hajjaj bin Yusuf. Pasukan besar itu pun berangkat dan akhirnya tiba di Thaif, sekitar 120 kilometer dari Makkah. Pasukan Abdullah bin Zubair yang semula ditempatkan di bagian utara Madinah, dikerahkan ke Thaif.
Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Abdullah bin Zubair porak-poranda. Abdullah bin Zubair gugur tertusuk pedang. Nyawa putra sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir di Madinah itu, menemui Rabb-nya setelah sekitar 9 tahun memerintah. Ia wafat pada Jumadil Awal 73 Hijriyah.
Pada tahun 77 Hijriyah, Abdul Malik bin Marwan menyerang Romawi untuk merebut Asia Kecil dan Armenia. Pertempuran cukup dahsyat terjadi sehingga menyebabkan 200.000 kaum Muslimin gugur. Pihak Romawi menderita kekalahan lebih dari itu. Namun pasukan Islam berhasil menguasai Mashaisha di bawah pimpinan Panglima Abdullah bin Abdul Malik.
Bersamaan dengan itu, Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga mengirim 40.000 pasukan berkuda menuju Afrika Utara di bawah pimpinan Hasan bin Nu’man yang dibantu oleh pasukan dari Mesir dan Libya. Melalui perjuangan cukup panjang, akhirnya pasukan itu bisa mengalahkan pasukan Romawi dan menduduki benteng Kartago. Pasukan Hasan bin Nu’man juga berhasil menghalau serangan suku Barbar di bawah pimpinan Ratu Kahina di wilayah Aljazair. Ratu Kahina selanjutnya dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 81 Hijriyah, sebuah armada laut siap berangkat dari pelabuhan Tunisia. Perjalanan pun dimulai. Daerah demi daerah berhasil dibebaskan. Ketika pasukan kaum Muslimin sedang merangkai kemenangan demi kemenangan itulah, Abdul Malik bin Marwan wafat.
Ia mewariskan banyak hal dalam sejarah keemasan Islam. Pada masa pemerintahannya dibentuk Mahkamah Tinggi untuk mengadili para pejabat yang menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap rakyat. Selain itu, Abdul Malik juga mengganti bahasa resmi negara dengan bahasa Arab yang sebelumnya menggunakan bahasa Persia atau Romawi. Abdul Malik juga mendirikan bangunan seperti pabrik senjata dan kapal perang di Tunisia. Ia juga membangun Masjid Umar atau Qubbatush Shakra’ di Yerusalem dan memperluas Masjidil Haram di Makkah.
Dalam sejarah, Abdul Malik dikenal dengan “Abdul Muluk” atau ayah para raja atau khalifah. Dijuluki demikian karena keempat anaknya sempat menjadi khalifah Bani Umayyah menggantikannya. Mereka itu adalah Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam. Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia pada pertengahan bulan Syawwal tahun 86 Hijriyah dalam usia 60 tahun. Ia meninggalkan karya besar bagi sejarah Islam.

Sunday 5 April 2015

MAKALAH Al Sharif Al Idrisi Al Qurtubi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Spanyol merupakan salah satu negara di eropa. Pada waktu itu Spanyol merupakan pusat peradaban islam yang sangat penting, dan menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi Islam di sana.
Spanyol diduduki oleh umat Islam pada masa kepemimpinan Khalifah Al Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Selain itu dalam proses penakhlukan Spanyol teradapat tiga pimpinan besar yang berjasa dalam memimpin satuan-satuan perang, yakni Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.

Sisilia merupakan sebuah pulau di Laut Tengah, letaknya di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messina. Antara penakhlukan Sisilia dan Spanyol oleh umat muslim pada awalnya sama-sama didorong untuk meluaskan islam, tetapi berbeda dalam penerimaannya.  Spanyol menerima kedatangan Arab tanpa perlawanan yang berarti, kemudian memeluk islam. sedangkan Yunani dan Latin di Sisilia memilih memberikan perlawanan gigih, tidak tersedia begitu saja menyerahkan kota-kotanya, dan tidak mudah menerima agama si penakhluk.
Dinasti-dinasti yang semasa dengan Bani Abbasyiah terdiri dari dinasti berkebangsaan Persia, Turki, Kurdi, Arab dan yang mengaku dirinya sebagai khilafah. Dinasti-dianasti tersebut berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Bahdad pada masa khalifah Abbasiyah.
Dalam makalah ini, kami hendak memaparkankan kembali sejarah peradaban islam di Spanyol, Sisilia dan dinasti-dinasti yang semasa dengan dinasti Abbasyiah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah perkembangan politik, kondisi sosial keagamaan, dan perkembangan peradaban islam di Spanyol?
2.      Bagaimanakah perkembangan peradaban islam di Sisilia?
3.      Dinasti-dinasti apa sajakah yang semasa dengan Bani Abbasyiah?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami letak geografis, perkembangan politik, kondisi sosial keagamaan, dan perkembangan peradaban islam di Spanyol.
2.      Mahasiswa dapat mengambil ibrah dari belajar sejarah perkembangan politik, kondisi sosial keagamaan, dan perkembangan peradaban islam di Sisilia.
3.      Mahasiswa dapat mengetahui dan mengambil manfaat dari Dinasti-dinasti kecil yang semasa dengan Bani Abbasyiah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Islam di Spanyol
Agama islam adalah agama yang mudah oleh karena itu tidak diragukan lagi apabila perkembangan islam begitu cepat di dunia. Di Asia dan Afrika, pertumbuhan dan kemajuan islam begitu mudah tetapi di Eropa pertumbuhan islam begitu pelan karena tidak mudah berdakwah kepada kaum sekulerisme.
Spanyol pada zaman duhulu pernah dikuasai oleh umat islam di masa kejayaannya tahun 93-989 H/713-1492 M. Berarti lama sekali islam masuk di Spanyol. Sudah pasti segala kebudayaan islam masih mengalami kemunduran, tetapi bukan berarti setelah kemunduran itu islam lenyap sama sekali dari bumi Spanyol.[1]
1.      Masuknya Islam di Spanyol
Semenanjung Iberia di Eropa, yang meliputi wilayah Spanyol dan wilayah Spanyol dan wilayah Portugal sekarang ini, menjorok keselatan ujungnya hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit dengan ujung benua Afrika. Bangsa Grik Tua menyebutkan selat sempit itu dengan tiang-tiang Hercules dan diseberang selat sempit itu sepanjang kenyataan memisahkan lautan tengah dengan lautan Tengah dan lautan Atlantik.
Semenanjung Iberia, sebelum ditahklukan bangsa Visighots pada tahun 507 M, didiami oleh bangsa Vandals. Justru wilayah kediaman mereka itu disebut dengan Vandalusia. Dengan mengubah ejaannyadan cara menyembunyikannya, bangsa arab pada masa belakangan menyebut semenanjung Iberia itu dengan Andalusia[2].
Sejarah bangsa Vandal tidak banyak diketahui karena sebelum mereka sempat berbuat banyak, pada permulaan abad keenam datanglah bangsa Ghotia Barat merebut negeri itu dan mengusir bangsa Vandalusia ke Afrika. Pada permulaan berdirinya kerajaan Ghotia di Spanyol merupakan kerajaan yang sangat kuat, tetapi pada akhir pemerintahannya menjadi lemah dengan berdirinya wilai yah-wilayah kecil sebagai akibat perpecahan dalam pemerintahan.
Disamping itu, pejabat wilayah kerajaan banyak hidup dalam kemewahan, sementara rakyat hidup dalam kemelaratan karena banyak dan beratnya pajak yang harus mereka bayar. Hal tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat, banyak di antara mereka yang mengeluh dengan keadaan itu. Suasana yang demikian bertambah panas, ketika pejabat Ghotia Barat memaksa penduduk yang beragama Yahudi agar masuk agama Nasrani. Orang-orang Yahudi dikejar-kejar, dan untuk mencari keselamatan dirinya, banyak yang masuk agama Nasrani walaupun dengan keadaan terpaksa. Dikarenakan tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, maka mereka hanya berdiam diri walaupun merasa menderita dengan perlakuan tersebut. Namun dalam hati, mereka selalu mengharapkan suatu waktu dapat melepaskan diri dari penguasa-penguasa yang zalim itu.
Sepeninggal Witiza terjadi perebutan kekuasaan antara putra Witiza dengan Roderick, panglima Spanyol, yang ingin menjadi raja. Putra Witiza merasa paling berhak menggantikan ayahnya. Namun, ia tidak mampu menghadapi Roderick. Oleh karena itu, putra Witiza bersekutu dengan Grafff Yulian yang sudah lama bermusuhan denngan Roderick. Bersekutunya dua kekuatanan itu ternyata belum dapat mematahkan pertahanan Roderick. Oleh karena itu, untuk menambah kekuatan, Graff Yulian meminta bantuan Musa bin Nushair yang menjabat sebagai gubernur Afrika Utara dibawah pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus.
Ada beberapa hal yang mendorong Musa bin Nushair mengabulkan permohonan Graff Yulian, diantaranya adalah [3]:
a.       Karena antara penduduk Spanyol dengan Afrika Utara terlibat dalam suasana perang. Sebab penduduk Spanyol terutama penduduk terutama yang beragama Kristen pernah melakukan beberapa kali penyerangan terhadap daerah pantai Afrika yang sudah dikuasai oleh kaum Muslimin.
b.      Penduduk Spanyol pernah memberikan bantuan kepada tenara Romawi dan berusaha menduduki beberapa daerah muslim di pantai Afrika. Dasar pertimbangan itu dikemukakan Musa kepada khalifah Walid bin Abdul Malik, sewaktu Musa minta izin untuk mengirimkan bantuan tentara Spanyol. Khalifah menyetujui rencana Musa.
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penahklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi pada zaman khalifah Abdul MAlik (685-705 M). khalifah Abdl MAlik mengangkat Hasan bin Nu’man Al-Ghasssani menjadi gubernur didaerah itu. Pada zaman khalifah Al-Walid, Hasan bin Nu’man sudah digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al-Walid itu, Musa bin Nusahair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Alzazair di Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan kewilayah tersebut. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyebrangi selat danberada siantara Maroko dan dengan benua Eropa itu denagn satu pasukan perang, 500 orang diantaranya adalah tentara berkuda, meereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak dapat perlawanan yang berarti. Ia menag dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigoths yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa bin Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thoriq bin Ziyad.
2.      Perkembangan Politik dan Masa Keemasan Muslim Spanyol
Sejak kemenangan islam, Spanyol dengan serta merta ikut menyempurnakan keberhasilan mereka. Penakhlukan wilayah ini oleh Thariq ibn Ziyad pada tahun 710 M tiak medndapatkan perlawanan yang berarti dari penguasa mereka yang mana secara politis kekuatan pemerintah mereka berada dalam kondisi yang lemah dimana posisi rakyatnya berlawanan dengan penguasannya.
Menurut Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Islam setelah menjadi bagian dari wilayah islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali gubernur yang diangkat langsung oleh pemerintahan pusat oleh Bani Umayyah I di Damaskus, sebagai bentuk pengakuan keberhasilan mereka.[4]
Sejarah panjang umat Islam di Spanyol terbagi pada enam periode, yaitu:
a.       Periode Pertama (711 -755 M) Spanyol di bawah pemerintahan Wali yang diangkat Khalifah di Damaskus. Pada masa ini masih terdapat gangguan dari dalam, antara lain antar elit penguasa akibat perbedaan etnis dan golongan. Antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara di Kairawan saling mengklaim paling berhak menguasai Spanyol, hingga terjadi pergantian Gubernur sebanyak 30 kali dalam waktu singkat. Perbedaan etnis antara suku Barbar dan Arab menimbulkan konflik politik sehingga tidak ditemukan figure yang tangguh.
b.       Periode Kedua (755-912 M) Spanyol di bawah pemerintahan Amir namun tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam yang saat itu dipegang Khilafah Bani Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama Abdurrahman I (ad-Dakhil) keturunan Bani Umayyah yang lolos dari kejaran Bani Abbasiyah. Penguasa Spanyol periode ini:
1)      Abdurrahman al-Dakhil, berhasil mendirikan masjid di Cordova dan sekolah-sekolah.
2)      Hisyam I, berhasil menegakkan hukum Islam.
3)      Hakam I, sebagai pembaharu bidang militer.
4)      Abdurrahman al-Ausath, penguasa yang cinta ilmu.
5)       Muhammad bin Abdurrahman
6)      Munzir bin Muhammad Abdullah bin Muhammad
 Pada abad ke-9, stabilitas negara terganggu akibat gerakan Martyrdom Kristen fanatik yang mencari kesyahidan.Namun pihak Gereja tidak mendukung gerakan itu karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama.Pemerintah menyediakan peradilan hukum khusus Kristen dan tidak dihalangi untuk bekerja sebagai pegawai pada instansi militer. Gangguan juga timbul akibat pemberontak di Toledo, percobaan revolusi yang dipimpin Hafshun yang berpusat di pegunungan dekat Malaga, serta perselisihan orang Barbar dan Arab.
c.        Periode Ketiga (912-1013 M) Dimulai oleh Abdurrahman an-Nashir, Spanyol di bawah pemerintahan bergelar Khalifah (mulai tahun 929 M). Bermula dari berita terbunuhnya Khalifah al-Muqtadir oleh  pengawalnya sendiri, menurutnya ini saat yang tepat untuk memakai gelar Khalifah setelah 150 tahun lebih hilang dari kekuasaan Bani Umayyah. Khalifah yang memerintah pada periode ini antara lain:
1)       Abdurrahman al-Nashir (912-961 M) mencapai puncak kemajuan menyaingi kemajuan Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad. Ia mendirikan Universitas Cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
2)      Hakam II (961-976 M) seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Masyarakat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran karena pembangunan yang berlangsung cepat.
3)      Hisyam II (976-1009 M) naik tahta pada usia sebelas tahun. Ia menunjuk Ibn Abi ‘Amir (al-Manshur Billah) sebagai pemegang kekuasaan mutlak. Ia sangat ambisius dalam melebarkan kekuasaannya. Ia wafat tahun 1002 M dan digantikan anaknya, al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan kekuasaan. Setelah wafat tahun 1008 M, digantikan adiknya yang tidak memiliki kualitas sehingga negara menjadi kacau dan hancur sehingga muncul kerajaan-kerajaan kecil. Hisyam II mengundurkan diri tahun 1009 M dan tahun 1013 M Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah.
d.      Periode Keempat (1013-108 6 M) Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan al-Muluk ath-Thawaif (raja-raja golongan) berpusat di Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Konflik internal antar raja terjadi dan mereka yang bertikai sering meminta bantuan raja-raja Kristen.Orang-orang Kristen yang melihat kelemahan ini pun memulai inisiatif penyerangan. Meski situasi politik tidak stabil, namun pendidikan dan peradaban terus berkembang karena para sarjana dan sastrawan terlindungi dari satu istana ke istana lain.
e.       Periode Kelima (1086-1248 M) Meski terpecah dalam beberapa negara, terdapat kekuatan dominan yaitu Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun didirikan Yusuf bin Tasyfin di Afrika Utara. Memasuki Spanyol tahun 1086 M dengan mengalahkan pasukan Castilia. Perpecahan di kalangan Muslim menyebabkan Yusuf bin Tasyfin mudah menguasai Spanyol. Tahun 1143 M kekuasaannya berakhir karena para penggantinya lemah dan diganti DInasti Muwahhidun yang didirikan Muhammad bin Tumart tahun 1146 M. Untuk beberapa decade mengalami kemajuan dan setelah itu mengalami kemunduran akibat serangan tentara Kristen di Las Navas de Tolessa 1212 M, di Cordova 1238 M, dan Seville 1248 M. Seluruh kekuasaan Islam lepas kecuali Granada.
f.       Periode Keenam (1248-1492 M) Granada dikuasai Bani Ahmar (1232-1492 M) dan mengalami kemajuan peradabanseperti masa Abdurrahman al-Nashir.Namun secara politik mereka lemah karena perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad tidak senang pada ayahnya yang menunjuk anaknya yang lain menggantikan sebagai raja. Ayahnya terbunuh dan diganti Muhammad bin Sa’ad. Abu Abdullah pun meminta bantuan Raja Ferdinand dan Isabella yang akhirnya ia naik tahta. Namun Ferdinand dan Isabella ingin merebut kekuasaan Islam dan dengan terus menyerang kekuasaan Islam.Abu Abdullah menyerah dan hijrah ke Afrika Utara.Umat Islam dihadapkandua pilihan yakni masuk Kristen atau pergi dari Spanyol.Tahun 1609 M tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
Puncak kejayaan islam di Spanyol terjadi pada periode ketiga (912-1013 M) dimulai dari pemerintahan Abd ar-Rahman III yang bergelar, “An –Nasir”. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah. Penggunaan gelar ini bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa al Muktadir, khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri . Khalifah-lhalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abd ar-Rahman, an-Nasir (912-961M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009). Pada periode ini umat islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasyiyah di Baghdad. Abd ar-Rahman an Nasir mendirikan universitas Cordova, perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
3.      Kemajuan Peradaban di Spanyol
a.      Kemajuan Intelektual
1)      Fisafat
Perkembangan filsafat di Andalusia dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke-10. Manuskrip-manuskrip Yunani  telah diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa khalifh Abbasiyah, Al-Manshur (754-755 M) telah dimulai aktifitas penerjemahan hingga masa khalifah Al-Makmun (813-833  M). Pda masanya banyak filsafat karya Aristoteles yang diterjemahkan.
Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab Spayol adalah Abu Bakar Muhammad bin As-Sayigh yang dikenal dengan Ibnu Bajjah. Masalah yang dikemukakan bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir Al-Mutawahhid. Tokoh utama Kedua adalah Abu Bakr bin Thufail,karyanya adalah Hayy bin Yaqzhan.  Tokoh filsafat Islam Spayol lainnya adalah Ibnu Rusyd yang di Eropa terkenal dengan Averros dari Cordova (1126-1198 M), pengikut aliran Aristoteles. Di samping sebagai tokoh filsafat, ia juga dikenal sebagai ulama fiqh penulis Bidaryat Al- Mujtahid. Averros juga menulis buku kedokteran Al-Kulliyah fi  Ath-Thib.
2)      Sains
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika,matematika, astronomi,kimia, botani,zoology, geologi, ilmu obat-obatan, juga berkembang dengan baik.Dalam bidang sejarah dan geografi,  wilayah islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Beberapa tokoh sains dalam bidang astronomi, yaitu Abbas bin Farnas, Ibrahim bin yahya An-Naqqash, Ibnu Safar, Al-Bitruji. Dalam bidang obat-obatan, antara lain Ahmad bin Iyas dari Cordova, Ibnu juljul, Ibnu Hazm, Ibnu Abdurrahman bin Syuhaid. Adapun di bidang kedokteran, yaitu Ummul Hasan binti Abi Ja’far, seorang tokoh dokter wanita. Dalam bidang geografi, yaitu Ibnu Jubar dari Valencia (1145-1228 M), Ibnu Batuthah dari Tangier (1304-1377 M)  pengeliling dunia sampai Samudra Pasai (Sumatra) dan Cina. Sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah, penulis buku Muqodimah.
3)      Bahasa dan Sastra
Pada masa Islam di Spayol banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, di antaranya : Ibnu Sayyiddih, Muhammad bin Malik, pengarang Alfiyah  (tata bahasa Arab),Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan Al-Garnathi.
Dalam bidang sastra banyak bermunculan, seperti Al-Aqd Al-Farid karya Ibnu Abd Rabbih, Adz-Dzakirah fi Mahasin Ahl Al-Jazirah karya Ibnu Bassam, Kitab Al-Qalaid karya Al-Fath bin Khaqan, dan lain-lain.
Kesusasteraan Spanyol muslim yang kaya dan pengaruhnya yang luas telah diakui oleh para ilmuan.Banyak orang Afrika Utara masa kini masih menganggap Al-Andalus sebagai Taman Eden yang hilang.
Ada suatu citra yang menarik dari puisi Muslim di India ketika umat muslim mulai kehilangan kekuasaan di abad ke-19. Tema-temanya serupa dengan puisi-puisi di Spanyol Muslim menyampaikan suatu pesan serupa tentang hedoisme sebagai suatu obat penenang untuk mengurangi rasa sakit akibat ketidaktentuan dan akibat kehilangan dan Sufisme sebagai suatu pelarian dari dunia yang berubah dan bermusuhan. Nama-nama terkenal merefleksikan tema-tema ini tapi dalam konteks bagian dunia mereka sendiri (Syair MIrza Ghalib)[5]
Sungai menghampar seperti lembaran perkamen
Dimana angin sepoi-sepoi menulis baris-barisnya
Dan ketika keindahan sungai terungkap dalam baris-baris itu
Dahan-dahan merunduk membacanya.
4)      Musik dan Kesenian
Musik dan kesenian pada masa Islam di Spayolsangat masyhur. Musik dan seni banyak memperoleh apresiasi dari para tokoh penguasa istana. Tokoh seni dan musik antara lain : Al-Hasan bin Nafi yang mendapat gelar Zaryab. Zaryab juga terkenal sebagai pencipta lagu-lagu.
b.      Bidang Keilmuan Keagamaan
1)       Tafsir
Salah satu mufasir yang terkenal dari Andalusia adalah Al-Qurtubi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr  bin Farh Al-Anshari Al-Khazraji Al- Andalusi (wafat  1273 M). Adapun karyanya dalam bidang tafsir adalah Al-jami’u li ahkam Alquran, kitab tafsir yang terdiri dari 20 jilid ini dikenal dengan nama Tafsir Al-Qurtubi.
2)      Fiqh
Dalam bidang fiqh,Spayol Islam dikenal dengan penganut mahzab Maliki. Adapun yang memperkenalkan mahzab ini di Spayol adalah Ziyad bin Abd Ar-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisam bin Abdurrohman. Para ahli fiqh lainnya adalah Abu Bakr bin Al-Quthiyah, Muniz bin Sa’id Al-Baluthi, Ibnu Rusyd,penulis kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtasid, Asy-Syatibi, penulis buku Al-Muwafaqat fi Ushul Asy-Syari’ah (Ushul Fiqh), dan Ibnu Hazm.
c.       Kemajuan di Bidang Arsitektur Bangunan
Kemegahan bangunan fisik Islam Spayol sangat maju dan mendapat perhatian dari umat dan penguasa. Umumnya bangunan-bangunan di Andalusia memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai alat transportasi dibangun, pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi. Demikian pula, dam-dam, kanal-kanal, saluran air, dan jembatan-jembatan.
1)      Cardova
Cardova adalah ibu kota Spayol sebelum islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Umayyah. Kota Cardova oleh penguasa muslim dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir di atas kota. Tamn-taman dibangun untuk menghiasi Ibu Kota Spayal Islam itu. Pohon-pohon yang megah diimport dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan. Setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan dipuncaknya terpancang istana  Damsik. Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah Mashed Cordova. Kota Cordova memiliki 491 masjid.
2)      Granada
Granada adalah tempat pertahannan terakhir umat Islam di Spayol. Disini berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan islam di Spayol. Arsitektir-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spayol Islam. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istan Al-Zahra, istan AlGazar, dan menara Girilda.
3)      Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa pemerintahan  Al-Muwahidin. Sevilla pernah menjadi ibu kota yang indah bersejarah. Semula kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa Romawi kota ini bernama Romula Agusta, kemudian diubah menjadi Asyibiliyah (Sevilla).Sevilla telah berada di bawah kekuasaan Islam selama lebih kurang 500 tahun. Salah satu bangunan masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’kub, kini telah berubah dari masjid menjadi gereja dengan nama Santa Maria de la Sede. Kota Sevilla jatuh ke tangan raja Ferdinand pada tahun 1248 M.
4)      Toledo
Toledo merupakan kota penting di Andalusia sebelumdikuasai Islam. Ketika romawi menguasai kota Toledo, kota ini dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thoriq bin Ziyad menguasai Toledo tahun 712 M, kota ini dijadikan pusat kegiatan umat islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan penerjemahan.Toledo jatuh dari tangan umat islam setelah direbut oleh Raja Alfonso VI dari Castilia. Beberapa bangunan peninggalan masjid di Toledo kini dijadikan gereja oleh umat Kristen.
4.      Kehidupan Sosial Keagamaan        
Toleransi ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen  dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam Spanyol.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari timur dan barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak Abad ke-11 M, dan seterusnya, banyak kalangan cendekiawan mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dalam islam.
5.      Jatuhnya Umat Muslim di Spanyol
Adapun menurut Badri Yatim[6] sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran islam Spayol antara lain disebabkan :
a)      Konflik penguasa Islam dengan penguasa Kristen
b)      Tidak adanya idiologi pemersatu
c)      Karena kesulitan ekonomi
d)     Tidak jelasnya sistem  peralihan kekuasaan, dan
e)      Karena letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain. 
Alkisah ketika penguasa Muslim di Granada memasukki kota tersebut setelah kemenangan dia dielu-elukan oleh rakyatnya sebagai El-Ghalib, sang penahkluk. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dalam kerendahan hati, mengucapkan, Wallah Ghaliba Illallah, ‘ Allah sendirilah sang penahkluk. Ini menjadi moto penguasa-penguasa Granada. Diukir dan diulangi berkali-kali dalam kaligrafi yang indah, pada dinding-dinding Alhambra. Sesungguhnya ini merupakan ikhtisar yang tepat atas sejarah Muslim di Spanyol. Berlalunya kekuasaan,kesementaraan kehidupan.
Mengapa Alhambra dibiarkan utuh dan masjid Cordoba begitu kejam dihancurkan? Alhambra adalah sebuah benteng dan dapat digunakan kelak; mesjid cordoba, symbol utama keyakinan Muslim, harus diubah menjadi gereja untuk kemenangan agama Kristen.
Setelah jatuhnya Granada pada tahun  1492 pendeta-pendeta Kristen memberi umat Muslim dan Yahudi suatu pilihan yang mengerikan; pindah agama atau tinggalkan wilayah itu. Tapi ketika mereka pindah agama mereka dicurigai dan pada akhirnya dibakar hidup-hidup ditiang pembakaran sebagai converses.. umat Muslim yang tersisa dan masuk agama Kristen,kaum Morisco, akhirnya dibuang tahun 1609. Banyak yang terbunuh.
6.      Pengaruh Peradaban Spanyol di Eropa
Spanyol merupakan tempat paling utama bagi Eropa untuk menyerap peradaban islam, baik dalam hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara.Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spayol berada di bawah kekuasaan Islam jauh di meninggalkan Negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping bangunan fisik.
Tokoh Spayol Islam yang berpengaruh terhadap pemikiran di Eropa adalah Ibnu Rusyd, yang dikenal di Eropa dengan Averros (1120-1198 M). Averros dikenal sebagai orang yang melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan Sunattulloh menurut pengertian Islam terhadap ajaran pantheisme dan anthropomorphismeKristen. Pengaruh Averros demikian besar di Eropa, sehingga muncul gerakan Averroeisme (Ibnu Rusydisme) yang menuntut  kebebasan berpikir.  Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[7] Beberapa buku karya Ibnu Rusyd dicetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Karya-karya Ibnu Rasyd juga diterbitkan pada abad ke-16 di Napoli, Bologma, Lyons, dan Strasbourg, dan di awal abad ke-17 di Jenewa.
Pengaruh-pengaruh peradaban Islam, termasuk didalamnya pemikiran Ibnu Rasyd ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di berbagai Universitas Islam di Spayol, seperti Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, Granada, dan Smalanca. Selama belajar di Spayol, mereka aktif menerl\jemahkan buku-buku karya ilmuan Muslim, Pusat penerjemhan buku adalah di Toledo. Setelah pulang ke Negerinya mereka mendirikan sekolah dan Universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rasyd . Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 Universitas, di dalam Universitas-Universitas tersebut, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti Ilmu kedokteran, ilmu pasti dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.[8]


B.     Islam di Sisilia
1.      Letak Geografis Sisilia
Sisilia adalah pulau di Laut Tengah, letaknya di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messia. Pulau ini bentuknya mendekati segitiga dengan luas ±25.708 km2 . Sebelah utara terdapat teluk Palermo dan Italia, sebelah Timur terletak teluk Catania. Belahan baratnya berbukit-bukit memanjang. Lereng gunungnya ditumbuhi berjenis-jenis tanaman keras dan hutan. Pulau ini dibagi menjadi tiga bagian : Val di Mazara Val di Noto dan Val Demone. Islam telah menjadi agama resmi di Val Mazara, sedang  di dua bagian yang lain kebanyakan penduduknya Kristen.
Sebelum dikuasai Islam, pulau ini di bawah kekuasaan Byzantium. Mereka menjadikan pulau ini sebagai markas tentara untuk mengahadapi orang islam. Sebagaimana diketahui, daulah Umawiyah terutama khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan mengepung kota Konstantinopel menguasai Afrika Utara dan mengusai pulau-pulau di Laut Tengah. Untuk menghadapi umat islam, kaisar Konstantinopel II dari Byzantium sengaja datang tahun 662 M untuk mempertahankan semenanjung Italia dan pulau Sisila dari ancaman Islam, namun ia terbunuh.
2.      Penakhlukan Sisilia oleh umat islam
Usaha untuk menjadikan pulau Sisilia menjadi wilayah Islam telah dimulai sejak khalifah Usman Bin Affan mengirimkan gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan menyerang pulau-pulau di Laut Tengah, termasuk Sisilia, pada tahun 652 M.
Serangan kedua dilakukan pada tahun 667 M setelah Muawiyah menjadi khalifah. Pada zaman Abd Malik juga dilakukan  serangan, selanjutnya pada zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nushair setelah berhasil menguasai Andalus/Spanyol juga menyerang Sisilia di bawah pimpinan anaknya, Abdullah. Setelah itu terjadi penyerangan yang tidak terkoordinir seperti pada tahun 724-740 M. Penyerangan serupa terjadi silih berganti, namun belum berhasil, hanya mendapatkan harta rampasan perang. Barulah penakhlukan itu berhasil setelah comander Euphemius seorang pangeran dan komandan angkatan laut Byzantium mengundang Ziyadatullah, gubernur ketiga dinasti Aghlabb, untuk mengadakan intervensi ke Sisilia.
3.      Kedudukan sisilia dalam tranformasi pemikiran
Sebagai titik temu dua wilayah yang berbeda , Sislia secara khusus beradaptasi untuk brtindak sebagai perantara dalam proses peralihan khazanah pengetahuan kuno dan pengetahuan pertengahan adalah di sislia pada 1160 terjemahan pertama buku berjudul almagest terbit dalam bahasa latin. Dirterjemahkan langsung dari bahasa yunani oleh seorang penduduk sisilia yang cakap berbahsa yunani.wiliam tidak hanya menyokong  Proyek penterjemahan dari bahasa arab ,ia juga mendorong para penterjemah langsung dari bhasa yunani.
Orang –orang yahudi di Sisilia , sebagimana di Spanyol , berperan penting dalam proyek penterjemahan ini.meskipun bebrapa buku berbahasa arab dan yunani di terjemahkan lagi di  toledo dan hasilnya lebih baik, tetap saja sumbangan sisilia sangat bernilai penting,
Karena raja-raja normandia dan para penerusnya di sisilia tidak hanya berkuasa atas kepulaan itu.jejak jejak pengetahuan arab bisa di dapatkan dengan jelas disebelah utara alps. Misalnya rancangan compali yang bercorak renaisne bisa dikatakan di pengaruhi oleh corak arsitekture menara bundar yang tersebar di afrika utara.
Pada awal abad ke 13 produksi sutra telah menjadi industri di beberapa kota italia.para perajin di sana mengekspor produk-produk tiruan dari Sisilia ke berbagai negara eropa. Kebutuhan orang eropa terhadap tekstil dari timur itu sangat besar sehingga ada suatu masa ketika orang-orang eropa merasa belum bersempurna berpakaian  jika tidak memiliki paling tidak satu setel pakaian semacam itu.
Selama abad ke -15 ketika orang –rang kaya di Venesia sedang gencar-gencarnya mengadopsi dan menyebrakan gaya serta corak  islam dalam kesenian.lebih jauh Venesia menjadi pusat industri lain.. Karajianan melapisi kuningan dengan emas perak atau tembaga merah itu merupakan satu bidang seni yang berkembang utamanya di mosul pada abad ke -12
Secara keseluruhan, Sisilia sebagai mediator kebudayaan muslim biasa menklaim dirinya sebagai pusat kebuyaan paling penting kedua setelah Spanyol dan sedikit lebih tinggi dari tingkat peradaban di Siriah pada masa gejolak perang salib[9]
C.    Dinasti-dinasti  Kecil Yang Semasa Dengan Bani Abbasyiah
1.      DinastiIdrisi di Maroko (172 H-375 H / 788 M-985 M)[10]
Kerajaan ini didirikan oleh Indris bin Abdullah, cucu Hasan putra Ali. Dia adalah salah seorang tokoh bani Alawiyyin (nisyah Ali bin Abu Thalib). Pada tahun 172 H/788 M, Idris dilantik sebagai imam, dan terbentuklah kerajaan Idrisi dengan ibu kota Walila. Namun masa pemerintahannya hanya bertahan selama 5 tahun.
Selanjutnya Idris bin Idris bin Abdullah (Idris II) menggantikan ayahnya sebagai pemerintah (177 H/793 M). Dengan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Fes sebagai Ibu kota yang baru pada tahun 192 H.Ketika Idris II wafat, Pemerintahannya diganti oleh
Muhammad Al-Muntashir (213 H / 828 M). Pada masa ini, kerajaan Idrisi berpecah-pecah. Akibatnya kerajaan menjadi lemah, terutama selepas Muhammad Al-Muntashir meninggal, pemerintahannya semakin rapuh.Kerajaan indrisi adalah kerajaan Syiah pertama dalam sejarah. Zaman kerajaan Indrisi (172-314 H/789-926 M) adalah suatu jangka waktu yang cukup lama dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan yang lain. Dalam aspek dakwahnya, Idrisi yang membawa Islam dan mampu meyakinkan penduduk Maroko dan sekitarnya.
2.      Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M).
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab.
Aghlabiyah memang merupakan Dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij.Dengan adanya dua ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan bala tentaranya di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepadaHarun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannyasecara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke

Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinastikecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipundemikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad .Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar. Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M.
Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayarpajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hakhakotonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinyatanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauhantara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahanAbbasiyah.
Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
a.       Ibrahim (179 H/795 M)
b.      Abdullah I (197 H/812 M)
c.       Ziyaadatullah (210 H/817 M)
d.      Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M)
e.       Muhammad I (226 H/841 M)
f.       Ahmad (242 H/856 M)
g.      Ziyaadatullah II (248 H/863 M)
h.      Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M)
i.        Ibrahim II (261 H/875 M)
j.        Abdullah II (289 H/902 M)
k.      Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)
Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat. Di antara bangunan-bangunan peninggalan Aghlabiah adalah:
1)       Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh Ziyadatullah I
2)      Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
3)      Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah selatan yang kurang subur. 
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal inidisebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III diusir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.
3.      Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H / 868 M-967 M)
Tuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir dan Suriah, independent dari khalifah-khalifah Abbasiyah. Ia merupakan sebuah kerajaan yang mendapat kuasa otonomi dari kerajaan pusat di Bagdad. Kerajaan ini memerintah Mesir dan Suria di antara tahun 254 – 292 H / 868 – 905 M dan pendirinya ialah Ahmad bin Tulun, seorang panglima Turki.
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (Daulah 868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad Ibn Thulun. Ahmad bin Thulun Lahir 23 Ramadhan 220 abad ke-3 Hijriah.
Dinasti Thulun adalah dinasti kesultanan Mesir pertama dan berhasil memasukkan Syria ke dalam wilayah kekuasaannya. Awal garis keturunan Thulun adalah seorang budak yang dihadiahkan kepada Khalifah Ma’mun dari Dinasti Abbasiah oleh seorang penguasa dari Bukhara.
Putra Thulun, yaitu Ahmad bin Thulun mendirikan dinasti raja-raja yang berkuasadiMesir danSyria dari tahun 254 hingga 292 H. Kemampuan militernya yang menonjol menjadikanThulun terpilih sebagai anggota pasukan khusus pengawal Khalifah. Meski termasuk dalam jajaran pembesar militer, literatur sejarah tak pernah mencatat keterlibatanThulun dalam peristiwa revolusi yang dilakukan oleh budak-budak berkebangsaan Turki (Mamalik) pasca meninggalnya al-Mu’tashim tahun 842 M.
Ayahnya adalah seorang turki dari Farghanah, Pada 817 dipersembahkan oleh penguasa Samaniyah di Bukhara sebagai hadiah untuk al-Ma’mun. Pada 868, Ahmad berangkat ke Mesir sebagai pimpinan tentara untk gubernur mesir. Di sini ia segera berusaha mendapatkan kemerdekaan dirinya. Ketika menghadapi tekanan keuangan karena adanya pembrontakan wangsa zanj, Khalifah al-Mu’tamid (870-892) meminta bantuan finansial kepada komandan pasukannya yang orang mesir itu, tetapi permintaan itu tidak dipenuhi. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mengubah sejarah kehidpan Mesir selanjutnya. Peristiwa ini juga menandai bangkitmya sebuah Negara merdeka dilembah sungai Nil yang kedaulatannya bertahan selama abad pertengahan. 
Pada tahun 254 H/868 M, Ibn Tulun dihantar ke Mesir sebagai wakil pemerintahan. Semasa Baghdad mengalami krisis, Ibn Tulun memanfaatkan situasi ini dan kemudian melepaskan Baghdad.Dalam membangun negeri, beliau menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri. Selepas itu ia memperhatikan juga, di bidang ekonomi. Dalam bidang keamanan, ia membangun angkatan perang, dengan kekuatan tentaranya, memperluas wilayahnya hingga ke Syam.Selepas Ibn Tulun (279 H/884 M), kepemimpinan diteruskan oleh Khumarawaih (270 H/884 M), Jaisy (282 H /896 M), Harun (283 H/896 M) dan Syaiban (292 H/905 M).
Kematian Khumarawih pada 895 (282H) merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsure-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin khumarawih, dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896/283 H) Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawih, diangkat sebagai amir yang keempat. Akan tetapi kelemahan sudah sedemikian rupa, sehingga wilayah syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima , Syaiban bin Ahmad bin thulun, hanya 12 hari saja memerintah, karena ia menyerah ke tangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesirpada 905 (292H), dan demikian berakhirlah riwayat dinasti Thuluniyah.
4.      Dinasti Ikhsyidiyah (323 H- 357 H / 934 M-967 M)
Dinasti Ikhsyidiyah berdiri pada tahun 323-358M.yang didirikan oleh Muhammad Ibn Tugj yang berasal dari Turki,berkuasa di Mesir setelah Tuluniyah.Ibn Tugj menjadi gubernur Mesir sebagai hadiah dari Abbasiyah setelah dapat mempertahankan wilayah Nil itu dari serangan kaum Fatimiyah yang berpusat diAfrika Utara.Ia diberi gelar Ikhsyid yang berarti pangeran atau penguasa menurut istilah yang biasa dipakai di Sogdia dan Fargana,oleh khalifah ar-Radi yang Abbasi itu.Ia mempertahankan gelar Amir al-Umara,panglima tertinggi bagi khalifah.Serangan bertubi-tubi dari Fatimiyah sepanjang pemerintahan Ikhsyidiyah menyebabkan dinasti ini tidak lama memegang tampuk kekuasaan di Mesir,dan pada akhirnya Ikhsyidiyah menyerah kalah terhadap Fatimiyah yang telah menguat di Afrika Utara,di bawah panglimanya,Jauhar as-Siqili. 
Pada tahun 358 H/969 M, kerajaan Ikhsidi berakhir .Sejarah sumbangan kerajaan ini , ilmu pengetahuan dan budaya, lahirlah ilmuan seperti abu Ishaq al-Mawazi, Hasan ibn Rasyid al-Mishri dll. Ikhsidi juga mewariskan bangunan megah seperti Istana al-Mukhtar di Raudah dan Taman Bustan al-Kafuri.
5.      Dinasti Hamdaniyah (317 H – 399 H / 929 M – 1009 M)
Ketika kerajaan Ikhsidi berkuasa di Utara Mesir, muncul kerajaan lain yaitu kerajaan Hamdani yang berpaham Syiah. Nama kerajaan berasal dari nama pendirinya yaitu, Hamdan ibn Hamdun, yang berasal dari suku Arab Taghlib. Kerajaan ini terbagi menjadi dua pihak, Mosul dan Aleppo.
            Pihak Mosul dengan para pemerintahannya :
a.        Abu al-Hayja Abdullah (293 H/905 M)
b.      Nashir al-Daulah al-Hasan (17 H/929 M)
c.       Uddad al-daulah Abu taghlib (358 H/ 969 M)
d.      Ibrahim dan Al-Husein (379-389 H/981-991 M)
Pihak Alleppo dengan pemerintahannya seperti :
1)      Saif al-daulah Ali (33 H/945)
2)      Sa’d al-daulah syarif I (356 H/967 M)
3)      Sa’id al-daulah sa’id (381 H/991 M)
4)      Ali II (392 H /1002 M)
5)      Syarif II (394 H/1004 M)
Kerajaan Hamdani terkenal sebagai pelindung sastera Arab terutama Saif al-Daulah. Beberapa tokoh ternama seperti al-Farabi, Al-Isfahani dan Abu al-Firus. Kerajaan Hamdani adalah benteng kekuatan dari pada serangan Rom ke wilayah kekuasaan islam.
Selepas tahun 356 H dan 358 H, kerajaan Hamdani merosot dari tangan-tangan penggantinya. Pada umumnya mereka saling berebut kekuasaan antara keluarga sendiri. Akibatnya mereka jatuh ke tangan Kerajaan Fatamiah.
6.      Dinasti Qaramitah.
Qirmit bermakna melangkah pendek apabila berjalan. Ini kerana Hamdan dilihat pada zahirnya sebagai seorang yang bersifat zuhud dan fakir. Dia menetap di kampung daerah Teluk Parsi dengan mendirikan sebuah kawasan dan menamakannya dengan Darul Hijrah kononnya mengikut contoh nabi. Selepas berjaya mendapat pengaruh, dia menyebarkan ajarannya di daerah sekitarnya. Dinasti Qaramitah dimulai di tahun 874 M olah Hamdan Qirmit. Ia seorang penganut fahamSyi'ah Ismailiah di Irak.Di tahun 899 M kaum Qaramitah ini dapat membentuk negara merdeka di Teluk Persia, yang kemudian menjadi pusat kegiatan merekadalam menentang kekuasaan Bani Abbas. Di tahun 930 M, serangan serangan mereka meluas sampai sejauh Mekkah. Sewaktu pulang mereka bawa lari al-Hajr al-Aswad yang dikembalikan baru dua puluh tahun kemudian.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Kekuasaan Islam di Spanyol
a.       Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.
b.      Puncak kejayaan islam di Spanyol terjadi pada periode ketiga (912-1013 M) dimulai dari pemerintahan Abd ar-Rahman III yang bergelar, “An –Nasir”. Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah.
c.       Kemajuan peradaban di Spanyol terdiri atas; kemajuan intelektual, keagamaan, dan arsitektur bangunan.
d.      Toleransi ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen  dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam Spanyol.
e.       Jatuhnya kekuasan islam di Spanyol cenderung karena dari beberapa faktor yang berasal dari faktor internal kekuasaan.
f.       Tokoh Spayol Islam yang berpengaruh terhadap pemikiran di Eropa adalah Ibnu Rusyd, yang dikenal di Eropa dengan Averros (1120-1198 M).
2.      Sisilia adalah pulau di Laut Tengah, letaknya di sebelah selatan semenanjung Italia, dipisahkan oleh selat Messia. Pulau ini bentuknya mendekati segitiga dengan luas ±25.708 km. Usaha untuk menjadikan pulau Sisilia menjadi wilayah Islam telah dimulai sejak khalifah Usman Bin Affan mengirimkan gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan menyerang pulau-pulau di Laut Tengah, termasuk Sisilia, pada tahun 652 M.
3.      Dinasti-dinasti kecil yang semasa dengan Bani Abbasiyah yakni Dinasti Idrisi di Maroko, Dinasti Aghlabi, Dinasti Thulun di Mesir, Dinasti Ikhsyidiyah, Dinasti Hamdaniyah, dan Dinasti Qaramitah.

B.     Saran
Setelah menyusun makalah dari beberapa sumber yang ada, maka dapat kami ambil beberpa hikmah dari belajar sejarah. Dari sejarah peradaban islam di Spanyol dapat kita ketahui bahwa Islam pernah berjaya di Spanyol, Seyogyanya setelah pembelajaran sejarah ini, semoga menambah semangat untuk kami generasi islam agar bisa merebut kembali kejayaan yang pernah diperoleh di masa yang lau.
C.    Penutup
Alhamdulillah kami ucapkan atas terselesaikannnya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan kemanfaatan bagi pemakalah pada khususnya dan pembaca pada umumnya dalam menambah khazanah pengetahuan dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S. Rekontruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. (2003). Yogyakarta:Fajar Pustaka
Poeradisastra, S.I.Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern. (1986).Jakarta: P3M
Syoeod, Yoesoef . Kekuasaan Islam di Andalusia.(1984). Jakarta: Penerbit Maju

Syukur, Fatah . Sejarah Peradaban Islam Cet.$.  (2012). Semarang: PT Pustaka Riski Putra
Yatim, Badri Sejarah peradaban Islam. (2010). Jakarta : Rajawali Pers



[1] Fatah Syukur,Sejarah Peradaban Islam Cet.4, (Semarang: PT Pustaka Riski Putra,2012),hlm.121
[2] Yoesoef Syoeod, Kekuasaan Islam di Andalusia, (Jakarta: Penerbit Maju, 1984),hlm.1.
[3] Yoesoef Syoeod, Kekuasaan Islam di Andalusia, (Jakarta: Penerbit Maju, 1984),hlm.1.
[4] Ibid.,hlm.124
[5]Akbar S. Ahmed, Rekontruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, (Yogyakarta:Fajar Pustaka,2003),hlm.104
[6] Badri Yatim,Sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Rajawali Pers,2010),hlm. 107.
[7] S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta: P3M, 1986, hlm.67.Lihat juga Dr.Badri Yatim,M.A., Sejarah Peradaban Islam, hlm.109.
[8] Opcit,  hlm.109.